Kamis, 28 April 2016

Penggelapan Pajak


Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek (pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara melawan hukum (unlawfully), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir setiap yurisdiksi.  Penggelapan pajak mempunyai risiko terdekteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana badan dan denda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk meminimalkan risiko terdeteksi biasanya para pelaku penggelapan pajak akan berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul "hasil kejahatan" (proceeds of crime) dengan melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar dapat memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut. Oleh sebab itulah tindak kejahatan di bidang perpajakan termasuk salah satu tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang. Dalam kaitannya bahwa tindak pidana perpajakan sebagai kejahatan asal dari pencucian uang tentunya sangat berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian nasional, oleh karenanya penempatan tindak pidana perpajakan sebagai kejahatan asal dari pencucian uang dengan modus pelaku menyembunyikan, mengalihkan harta kekayaan hasil kejahatan perpajakan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang ekonomi (economic crimes). Hal ini tentunya memberikan gambaran bahwa terdapat hubungan langsung antara gejala kriminalitas dengan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu mempertimbangkan pula adanya fenomena bahwa kejahatan pencucian uang bukan permasalahan nasional semata tetapi berdimensi regional maupun internasional (transnasional), sehingga sangat penting untuk ditempatkan pada suatu sentral pengaturan.

Dampak Negatif

Dampak negatif tindak pidana perpajakan terhadap perekonomian nasional didasarkan pertimbangan bahwa pada dasarnya perpajakan merupakan satu metode transfer sumber daya ekonomis masyarakat (privat) kepada negara (public). Pajak dapat dipungut dari aliran arus sumber daya ekonomis (flow of resources), dalam bentuk penerimaan penghasilan dan pengeluarannya) dan persediaan sumber daya ekonomis (stock of resources, dalam bentuk kekayaan) yang kesemuanya ada tiga,belas titik pengenaan, dipungut dari orang pribadi, badan hukum dan subyek lainnya, serta dipungut langsung kepada si pembayar pajak (tax payer) dan tidak langsung melalui pihak lain (with holding agent) sebagai pemungut pajak. Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dibebankan oleh pemerintah atas pendapatan, kekayaan dan keuntungan modal orang pribadi dan perusahaan, serta hak milik yang tidak bergerak. Dalam konteks penerimaan dan pengeluaran negara sudah pasti pungutan pajak tersebut berdampak langsung terhadap sistem keuangan dan perekonomian nasional, yang pada gilirannya mempengaruhi semua aspek kehidupan Negara.6 Praktik menyimpang dalam upaya pencapaian target pajak justru menjadi celah (loophole) yang memberi peluang bagi oknum petugas pajak, wajib pajak dan konsultan pajak untuk bekerjasama dan secara terencana melakukan tindak kejahatan di bidang perpajakan (tax crime) seperti penggelapan, penghindaran, penyimpangan, pemerasan dan pemalsuan dokumen yang tujuan pokoknya untuk mendapatkan keuntungan illegal yang sebesar-besarnya atau memperkaya diri sendiri, sehingga pada gilirannya menyebabkan distorsi penerimaan atau kekayaan negara.

Peraturan Penggelapan Pajak

Tindak kejahatan di bidang perpajakan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Wajib Pajak (individu atau badan) yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari sektor pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu kealpaan (pelanggaran) dan kesengajaan (kejahatan). Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut KUP) menetapkan bahwa selain dilakukan oleh pembayar pajak (plagen atau dader), tindak pidana pajak dapat melibatkan penyerta (deelderming) seperti wakil, kuasa atau pegawai pembayar pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen atau middelijke), yang turut serta melakukan (medeplegen atau mededader), yang menganjurkan (uitlokker), atau yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan (medeplichtige). Hal ini dimaksudkan dalam kerangka meminta pertanggungjawaban pelaku. Sedangkan Pasal 38 UU KUP menetapkan bahwa "pelanggaran pajak" termasuk: (1) tidak menyampaikan SPT; dan (2) menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar.

Contoh Kasus Penggelapan Pajak dan penyelesaiannya:

1. Penyelewengan Pajak Oleh Dhana Widyatmika
Sosok Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus korupsi yang telah ditetapkan oleh kejaksaan agung yang pemberitaannya kini mengemuka di media massa. Dhana Widyatmika disebut-sebut sebagai The Next Gayus, karena memiliki rekening dibeberapa bank yang jumlahnya miliaran. Dhana Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Ia kini berusia 37 tahun. tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp 2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa, pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4 miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta. Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank Mandiri Cabang Nindya Karya.
Dhana terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2 miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp 1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana dengan sejumlah cara.
Sebelumnya, dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan, terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan Dhana.  Adapun hal yang meringakan karena berusia relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi.

2. Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?

Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Berujung di Pengadilan

Berbeda dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar. Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara di hadapan hukum.



Sumber:

Cyber Crime


Cyber crime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer ataujaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke didalamnya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit (carding), confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll. Cyber crime sebagai tindak kejahatan dimana dalam hal ini penggunaan komputer secara illegal.

Karakteristik Cybercrime

Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:

a.         Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.

b.         Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.

Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
      ·         Ruang lingkup kejahatan
      ·         Sifat kejahatan
      ·         Pelaku kejahatan
      ·         Modus Kejahatan
      ·         Jenis kerugian yang ditimbulkan

JENIS - JENIS CYBERCRIME

Berdasarkan Jenis Kejahatan

1. CARDING
adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.

2. HACKING
adalah menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.

3. CRACKING
adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip kartu kredit, “cracker” mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan “cracker” lebih fokus untuk menikmati hasilnya.

4. DEFACING
adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.

5.PHISING
adalah kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital.

6. SPAMMING
adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk e-mail atau junk e-mail alias “sampah”.

7. MALWARE
adalah program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll.

Perbedaan Hacker dan Cracker

Di kalangan masyarakat dalam mengartikan hacker terkadang sering salah arti.kebanyakan ,berikut ini adalah perbedaan hacker dan cracker sehingga kita tidak salah lagi memandang seorang hacker.

HACKER
Mempunyai kemampuan menganalisa kelemahan suatu sistem atau situs. Sebagai contoh jika seorang     hacker mencoba menguji situs Yahoo! dipastikan isi situs tersebut tak akan berantakan dan mengganggu yang lain. Biasanya hacker melaporkan kejadian ini untuk diperbaiki menjadi sempurna. Hacker mempunyai etika serta kreatif dalam merancang suatu program yang berguna bagi siapa saja. Seorang Hacker tidak pelit membagi ilmunya kepada orang-orang yang serius atas nama ilmu pengetahuan dan kebaikan. Hacker bangga akan profesinya hal ini ditunjukan dengan penggunaan identitas asli sebagai pengenal jati diri di internet

CRACKER
Mampu membuat suatu program bagi kepentingan dirinya sendiri dan bersifat destruktif atau merusak dan menjadikannya suatu keuntungan. Sebagia contoh Virus, Pencurian. Kartu Kredit, Kode Warez, Pembobolan Rekening Bank, Pencurian Password E-Mail/Web Server. Bisa berdiri sendiri atau berkelompok dalam bertindak. Mempunyai situs  dalam IRC yang tersembunyi, hanya orang-orang tertentu yang bisa mengaksesnya. Mempunyai IP yang tidak bisa dilacak. Kasus yang paling sering ialah Carding yaitu Pencurian Kartu Kredit, kemudian pembobolan situs dan mengubah segala isinya menjadi berantakan. Sebagai contoh : Yahoo! pernah mengalami kejadian seperti ini sehingga tidak bisa diakses dalam waktu yang lama.

Contoh Kasus Cybercrime

Contoh kasus di Indonesia

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Pencegahan : Ganti password secara berkala dan gunakan kombinasi simbol atau huruf yang sulit ditebak.
Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang berbasis windows).Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku.

Peraturan atau Undang-undang tentang Cyber Crime

Pasal 362 KUHP
Yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pidana Penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 378 KUHP
dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.

Selain UU diatas, masih ada lagi peraturan perundangan di Indonesia yang mengatur secara khusus tentang tindak pidana dunia maya sebagaimana tercantum dalam UUITE.

Penanggulangan Cybercrime

Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :

a.         Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.

b.         Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :

1. melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
2.meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar    internasional.
3. meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
4. meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
5. meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.

Perlunya Cyberlaw

Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus


Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.


Sumber:


Jumat, 08 April 2016

E-Commerce


Sejarah Singkat E-Commerce

Pada tahun 1969 internet dilahirkan dari riset pemerintah AS, pada awalnya hanya untuk kalangan teknis di lembaga pemerintah, ilmuwan dan penelitian akademis. Kemudian tahun 1990-an terjadi komersialisasi Internet dan pertumbuhan perusahaan dot-coms, atau Internet start-ups menjamur. Berbagai inovasi dibidang aplikasi dari penjualan online sampai e-learning bermunculan. Umumnya perusahaan besar dan sedang di AS telah memiliki situs web dan telah memiliki portal lengkap. Tahun 1999 E-Commerce fokus bergerak dari B2C ke B2B. Kemudian tahun 2001 terjadi pergerakan fokus dari B2B ke B2E, c-commerce, e-goverment, e-learning dan m-commerce.

E-commerce merupakan aktifitas pembelian dan penjualan melalui jaringan internet dimana pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, melainkan berkomunikasi melalui media internet.

E-commerce dapat didefinisikan dari beberapa Perspektif:
  • Komunikasi     : pengiriman barang, jasa, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau sarana electronik lainnya.
  • Perdagangan  : penyediaan sarana untuk membeli dan menjual produk, jasa dan informasi melalui internet atau fasilitas online lainnya.
  • Proses bisnis  : menjalankan proses bisnis secara elektronik melalui jaringan elektronik, menggantikan proses bisnis fisik dengan informasi.
  • Layanan          : cara bagi pemerintah, perusahaan, konsumen dan manajemen untuk memangkas biaya pelayanan/operasi sekaligus meningkatkan mutu dan kecepatan layanan bagi konsumen.
  • Pembelajaran  : sarana pendidikan dan pelatihan online untuk sekolah, universitas, dan organisasi lain termasuk perusahaan.
  •  Kolaborasi       : metode kolaborasi antar dan intra organisasi
  • Komunitas       : tempat berkumpul (mangkal) bagi anggota suatu masyarakat untuk belajar, mencari informasi, melakukan transaksi dan berkolaborasi.
Dua tipe umum e-commerce :

Business-To-Consumer (B2C) : transaksi online terjadi antara perusahaan dengan konsumen individual.

Business-To-Business (B2B) : perusahaan melakukan transaksi online dengan perusahaan lain.

Infrastrukturnya :

Internet : jaringan global

Intranet : jaringan milik perusahaan atau organisasi yang menggunakan teknologi Internet, seperti protokol Internet, browser Web, dsb.

Extranet : jaringan melalui Internet yang menghubungkan beberapa intranet

Selain infrastruktur, aplikasi E-Commerce juga ditunjang oleh lima bidang pendukung :
·         SDM
·         Peraturan/perundangan publik
·         Pemasaran dan periklanan
·         Layanan-layanan pendukung
·         Kemitraan usaha

E-commerce memiliki berbagai macam jenis transaksi dalam menerapkan sistemnya. Jenis-jenis transaksi e-commerce diantaranya sebagai berikut :

1. B2B dan B2C

Business-To-Business-To-Consumer (B2B2C) :

model E-Commerce dimana suatu perusahaan menjual produk atau jasa kepada perusahaan lain yang memiliki konsumennya sendiri.

2. Consumer-To-Business (C2B)  

model EC dimana individu menggunakan Internet untuk menjual produk atau jasa kepada perusahaan atau individu, atau untuk mencari penjual atas produk atau jasa yang diperlukannya.

3. Consumer-To-Consumer (C2C)

model E-Commerce dimana konsumen menjual (bertransaksi) langsung kepada konsumen lain.

Peer-To-Peer (P2P) :  teknologi yang memung-kinkan sesama komputer pada suatu jaringan untuk bertukar data dan proses secara langsung; dapat digunakan untuk C2C, B2B, dan B2C.

4. mobile commerce (m-commerce)

transaksi dan aktivitas EC dilakukan dengan teknologi wireless (misal telepon selular).

5. location-based commerce (l-commerce)

transaksi m-commerce yang ditargetkan pada individu di lokasi dan waktu tertentu.

6. Intrabusiness E-Commerce

kategori E-Commerce  untuk aktivitas internal suatu organisasi yang melibatkan pertukaran barang, jasa, atau informasi antara berbagai bagian dan individu dalam perusahaan.

7. Business-To-Employees (B2E)

model E-Commerce dimana organisasi menyediakan jasa, informasi, atau produk kepada individu karyawannya.

8. Collaborative commerce (c-commerce)

model E-Commerce dimana beberapa individu atau kelompok berkomunikasi dan berkolaborasi secara online.

9. E-learning

penyampaian informasi secara online untuk tujuan pelatihan dan pendidikan.

10. exchange (e-exchange)

pasar elektronik untuk umum yang beranggotakan banyak pembeli dan penjual.

11. Exchange-To-Exchange (E2E)

model E-Commerce dimana beberapa e-exchange berhubungan satu sama lain untuk pertukaran informasi.

12. E-government

model E-Commerce dimana organisasi pemerintah membeli atau menyediakan produk, jasa, atau informasi bagi perusahaan atau individu warga negara.

Peraturan e-commerce diluar negeri

Terdapat beberapa peraturan-peraturan yang dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan peraturan e-commerce ,yaitu

1.         UNCITRAL, Model Law on Electronic Commerce.

Peraturan ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa Bangsa atau United Nation. Peraturan ini dapat digunakan oleh bangsa-bangsa didunia ini baik yang menganut system continental atau sistem hukum anglo saxon.

2.         Singepore Electronic Transaction Act (ETA)

Terdapat lima hal yang perlu digaris bawah yaitu:
  •  Tidak ada perbedaan antara data elektronik dengan dokumen tertulis
  •  Suatu data electronic dapat mengantikan suatu dokumen tertulis
  • Penjual atau pembeli atau pihak-pihak bisnis dapat melakukan kontrak secara elektronik.
  •  Suatu data elektronik dapat menjadi alat bukti dipengadilan.
  • Jika data elektronik telah diterima oleh para pihak-pihak yang berkesepakatan, maka mereka harus bertindak sebagaimana kesepakatan yang terdapat pada data tersebut.

3.         EU Direct on Electronic Commerce

Peraturan ini menjadi undang-undang pada tangal 8 juni 2000, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu:
  1. Setiap Negara-negara anggota akan memastikan bahwa sistem hukum Negara yang bersangkutan memperbolehkan kontrak dibuat dengan mengunakan sarana elektronik.
  2.  Para Negara anggota dapat pula membuat pengecualian terdapat ketentuan dalam hal :
·         Kontrak untuk membuat atau mengalihkan hak atas real-estate.
·         Kontrak yang diatur didalam hukum keluarga.
·         Kontrak penjaminan.
·     Kontrak yang melibatkan kewenangan pengadilan.

Peraturan  E-Commerce Di Indonesia

Hukum e-commerce di Indonesia secara signifikan, tidak mengkover aspek transaksi yang dilakukan secara on-line (internet), akan tetapi ada beberapa hukum yang bisa menjadi pegangan, untuk melakuakan transaksi secara on-line :

1. Undang-undang No.8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (UUD Dokumen Perusahaan ) telah mulai menjagkau kearah pembuktian data elektronik.

2. Pasal 1233 KUHP Perdata. Dengan isinya sebagai berikut :
“Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang”.berarti dengan pasal ini perjanjian dalam bentuk apapun diperbolehkan dalam hokum perdata Indonesia.

3. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hokum diantara mereka.

Pajak e-Commerce Online Retail

Online Retail adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara Online Retail kepada pembeli di situs Online Retail.

1.         Pajak Penghasilan (PPh) e-Commerce Online Retail
  •  Objek Pajak
Penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek PPh. Apabila penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, maka wajib untuk dilakukan pemotongan/pemungutan PPh.
  • Subjek Pajak
Orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari penjualan barang dan/atau penyediaan jasa. Penjual barang atau penyedia jasa dalam contoh proses bisnis Online Retail adalah Penyelenggara Online Retail.
  • Dasar hukum
Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang PPh.
  • Tarif
Untuk pihak Penyelenggara Online Retail (sekaligus Merchant) sebagai penjual barang atau penyedia jasa yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang bersifat final, tarif PPh Pasal 17 diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihitung dari:

1. Penghasilan bruto dari penjualan yang dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP); atau

2. Penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang PPh dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  • Pemotongan/Pemungutan PPh
Apabila pembeli barang atau pengguna jasa adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut PPh, maka pembeli barang atau pengguna jasa tersebut wajib melakukan pemotongan/pemungutan PPh dengan tarif dan tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


2.         Pajak Pertambahan Nilai (PPN) e-Commerce Online Retail
  • Objek Pajak
Penyerahan yang dilakukan oleh Penyelenggara Online Retail kepada Pembeli BKP dan/atau JKP, yang dapat berupa:

1. penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean; dan/atau
2. ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, dan/atau ekspor JKP.
  • DPP
Harga jual, penggantian,dan/atau nilai ekspor, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Penyelenggara Online Retail karena penyerahan BKP dan/atau JKP (contohnya harga barang dan/atau jasa, biaya pengiriman, asuransi, dan lain-lain), tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  •  Dasar hukum
1. Pasal 1, Pasal 4 ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 13 Undang-Undang PPN; dan
2. Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
  • Saat PPN terutang
1. Saat penyerahan BKP dan/atau JKP untuk transaksi cash on delivery; atau
2. Saat pembayaran diterima oleh Penyelenggara Online Retail atas pembelian BKP dan/atau JKP untuk transaksi non-cash ondelivery.
  • Saat Pembuatan
Sama dengan saat PPN terutang
  • Faktur Pajak
Faktur pajak dibuat oleh Penyelenggara Online Retail kepada pembeli.

Letter of credit



L/C atau Letter of Credit atau dalam bahasa Indonesia disebut Surat Kredit Berdokumen adalah suatu bentuk jasa yang ditawarkan oleh bank dalam rangka pembelian barang, berupa penangguhan pembayaran oleh pembeli dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan Letter of Credit Impor adalah surat yang digunakan sebagai pernyataan akan membayar pada Eksportir oleh bank untuk kepentingan Importir dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut definisi lain,Letter of Credit (L/C) adalah jasa bank yang diberikan kepada masyarakat untuk memperlancar pelayanan arus barang, baik arus barang dalam negeri (antar pulau) atau arus barang keluar negeri (ekspor-impor). Kegunaan L/C adalah untuk menampung dan menyelesaikan kesulitan-kesulitan dari pihak pembeli (importir) maupun penjual (eksportir) dalam transaksi perdagangannya. Dengan kata lain L/C menjamin kelancaran pembayaran dan pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat antara eksportir dan importir melalui iktikad baik kedua belah pihak.
Pengertian secara umum L/C merupakan suatu pernyataan dari bank atas permintaan nasabah (biasanya importir) untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu untuk kepetingan pihak ketiga (penerima L/C atau eksportir). Pegertian L/C juga sering disebut dengan kredit berdokumen atau dokumentary credit.
Pembukaan L/C oleh importir dilakukan nasabah  melalui bank yang disebut opening bank atau issuing bank. Bank eksportir merupakan bank pembayar terhadap barang yang diperdagangkan. Dalam hal ini eksportir berhubungan dengan bank pembayar atau disebutadvising bank. Keuntungan bank dari pembukaan L/C adalah dari biaya-biaya yang dibebankan baik kepada pembeli maupun kepada penjual.

Alur Proses Letter of Credit



Alur proses sebuah Letter of Credit dapat digambarkan sebagai berikut :
Penjelasan :
  • Buyer berinsitif untuk memesan barang/jasa
  • Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk.
  • Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank) untuk membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk oleh seller.
  •  Issuing Bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Advising Bank. (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller sebagai konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika issuing Bank tidak mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara.
  • Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada beneficiary (seller).
  • Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary (seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C (dokumen ekpor). Jika dokumen telah siap, maka beneficiary akan menyerahkan dokumen tersebut kepada Advising Bank.
  •  Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Issuing Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen akan ditolak dan dikembalikan kepada beneficiary serta memberitahukan penyimpangan yang telah terjadi.
  • Begitu dokumen diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan term and condition di dalam L/C, Jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak. Jika sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak beneficiary (seller) melalui Advising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut ke pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari issuing bank, pihak buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa tersebut.


Peraturan Undang-undang tentang letter of credit
Pada tanggal 30 Maret 2015, Direktur Jenderal Perdagangan Internasional menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 01/DAGLU/PER/3/2015 (“Perdirjen Daglu 1/2015”). Perdirjen Daglu 1/2015 ditujukan untuk memberikan petunjuk pelaksanakan ekspor barang tertentu dengan menggunakan pembayaran Letter of Credit.
Ekspor atas barang-barang tertentu yang dimaksud dalam Perdirjen Daglu 1/2015 diuraikan dalam Lampiran I dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 04/M-DAG/PER/1/2015, dan terbagi dalam 4 (empat) kategori, yaitu (a) mineral, (b) batu bara, (c) minyak bumi dan gas bumi, dan (d) kelapa sawit (“Barang Tertentu”). Ekspor untuk Barang Tertentu wajib menggunakan cara pembayaran Letter of Credit.
Letter of credit adalah janji membayar dari bank penerbit ke penerima jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan letter of credit (“L/C”).


1.         Pembayaran L/C
  • Standby Letter of Credit (SLBC) tidak termasuk sebagai cara pembayaran L/C.
  • Harga yang tercantum dalam L/C paling rendah sama dengan harga pasar dunia yang tercantum dalam Lampiran I dari Peraturan ini.
  • Harga yang tercantum dalam L/C dihitung sesuai dengan tanggal terjadinya kesepakatan harga.
  • Dalam hal harga yang disepakati terjadi pada tanggal tertentu setelah waktu pengiriman, nilai yang tercantum dalam L/C mengacu pada harga dalam poin 2 di atas.
  • Dalam hal tidak adanya harga pasar dunia terhadap Barang Tertentu tersebut, maka harga ekspor menggunakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah (yang tercantum dalam Lampiran I dari Peraturan ini) atau harga di negara tujuan ekspor.


Kewajiban Eksportir

Eksportir yang melakukan ekspor Barang Tertentu wajib mencantumkan cara pembayaran L/C pada dokumen pemberitahuan pabean dalam bentuk tertulis maupun elektronik. (untuk selanjutnya disebut dengan Pemberitahuan Ekspor Barang “PEB”).
Eksportir wajib menyampaikan surat pertanyaan pada cara pembayaran L/C. Surat pernyataan tersebut ditujukan kepada (i) Menteri Perdagangan, apabila ekspor wajib dilengkapi dengan laporan surveyor; atau (ii) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, serta Kementerian Keuangan dan Direktur Jenderal, apabila tidak wajib melengkapi laporan surveyor.
Selanjutnya, Eksportir wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor dilengkapi dengan harga final L/C setiap bulan.

Kewajiban Surveyor
Surveyor wajib memeriksa data dan/atau keterangan dalam surat pernyataan yang dibuat oleh eksporter dan kemudian menerbitkan laporan surveyor. Laporan surveyor akan digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang ekspor.


Sumber: