Penggelapan
pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan rekayasa subyek
(pelaku) dan obyek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan pajak secara
melawan hukum (unlawfully), dan penggelapan pajak boleh dikatakan merupakan
virus yang melekat (inherent) pada setiap sistem pajak yang berlaku di hampir
setiap yurisdiksi. Penggelapan pajak
mempunyai risiko terdekteksi yang inherent pula, serta mengundang sanksi pidana
badan dan denda. Tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk meminimalkan risiko
terdeteksi biasanya para pelaku penggelapan pajak akan berusaha menyembunyikan
atau mengaburkan asal-usul "hasil kejahatan" (proceeds of crime) dengan
melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar dapat
memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut.
Oleh sebab itulah tindak kejahatan di bidang perpajakan termasuk salah satu
tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang. Dalam
kaitannya bahwa tindak pidana perpajakan sebagai kejahatan asal dari pencucian
uang tentunya sangat berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian nasional, oleh
karenanya penempatan tindak pidana perpajakan sebagai kejahatan asal dari
pencucian uang dengan modus pelaku menyembunyikan, mengalihkan harta kekayaan
hasil kejahatan perpajakan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang
ekonomi (economic crimes). Hal ini tentunya memberikan gambaran bahwa terdapat
hubungan langsung antara gejala kriminalitas dengan kegiatan dan pertumbuhan
ekonomi. Selain itu mempertimbangkan pula adanya fenomena bahwa kejahatan
pencucian uang bukan permasalahan nasional semata tetapi berdimensi regional
maupun internasional (transnasional), sehingga sangat penting untuk ditempatkan
pada suatu sentral pengaturan.
Dampak Negatif
Dampak
negatif tindak pidana perpajakan terhadap perekonomian nasional didasarkan pertimbangan
bahwa pada dasarnya perpajakan merupakan satu metode transfer sumber daya
ekonomis masyarakat (privat) kepada negara (public). Pajak dapat dipungut dari
aliran arus sumber daya ekonomis (flow of resources), dalam bentuk penerimaan
penghasilan dan pengeluarannya) dan persediaan sumber daya ekonomis (stock of
resources, dalam bentuk kekayaan) yang kesemuanya ada tiga,belas titik
pengenaan, dipungut dari orang pribadi, badan hukum dan subyek lainnya, serta
dipungut langsung kepada si pembayar pajak (tax payer) dan tidak langsung melalui
pihak lain (with holding agent) sebagai pemungut pajak. Secara umum pajak dapat
diartikan sebagai pungutan yang dibebankan oleh pemerintah atas pendapatan,
kekayaan dan keuntungan modal orang pribadi dan perusahaan, serta hak milik
yang tidak bergerak. Dalam konteks penerimaan dan pengeluaran negara sudah
pasti pungutan pajak tersebut berdampak langsung terhadap sistem keuangan dan
perekonomian nasional, yang pada gilirannya mempengaruhi semua aspek kehidupan
Negara.6 Praktik menyimpang dalam upaya pencapaian target pajak justru menjadi celah
(loophole) yang memberi peluang bagi oknum petugas pajak, wajib pajak dan konsultan
pajak untuk bekerjasama dan secara terencana melakukan tindak kejahatan di
bidang perpajakan (tax crime) seperti penggelapan, penghindaran, penyimpangan, pemerasan
dan pemalsuan dokumen yang tujuan pokoknya untuk mendapatkan keuntungan illegal
yang sebesar-besarnya atau memperkaya diri sendiri, sehingga pada gilirannya
menyebabkan distorsi penerimaan atau kekayaan negara.
Peraturan
Penggelapan Pajak
Tindak
kejahatan di bidang perpajakan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Wajib Pajak (individu atau badan) yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dari sektor pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu kealpaan (pelanggaran) dan kesengajaan (kejahatan). Pasal 43 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (selanjutnya disebut KUP) menetapkan bahwa selain dilakukan oleh
pembayar pajak (plagen atau dader), tindak pidana pajak dapat melibatkan
penyerta (deelderming) seperti wakil, kuasa atau pegawai pembayar pajak atau
pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen atau middelijke), yang turut serta
melakukan (medeplegen atau mededader), yang menganjurkan (uitlokker), atau yang
membantu melakukan tindak pidana perpajakan (medeplichtige). Hal ini dimaksudkan
dalam kerangka meminta pertanggungjawaban pelaku. Sedangkan Pasal 38 UU KUP
menetapkan bahwa "pelanggaran pajak" termasuk: (1) tidak menyampaikan
SPT; dan (2) menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar.
Contoh
Kasus Penggelapan Pajak dan penyelesaiannya:
1. Penyelewengan Pajak
Oleh Dhana Widyatmika
Sosok
Dhana Widyatmika, seorang mantan PNS Ditjen Pajak, yang menjadi tersangka kasus
korupsi yang telah ditetapkan oleh kejaksaan agung yang pemberitaannya kini
mengemuka di media massa. Dhana Widyatmika disebut-sebut sebagai The Next
Gayus, karena memiliki rekening dibeberapa bank yang jumlahnya miliaran. Dhana
Widyatmika merupakan PNS golongan III/c dengan pangkat penata. Ia kini berusia
37 tahun. tindak pidana korupsi menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp
2,75 miliar. Perbuatan pertama Dhana tersebut diuraikan jaksa dalam dakwaan
primer dan subsider. Dakwaan primer memuat Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, sedangkan
dakwaan subsidernya memuat Pasal 11 undang-undang yang sama. Menurut jaksa,
pada 11 Januari 2006, Dhana menerima uang dari Herly Isdiharsono senilai Rp 3,4
miliar yang ditransfer ke rekening Bank Mandiri Cabang Nindya Karya, Jakarta.
Penerimaan uang 3,4 miliar itu berkaitan dengan penerimaan melawan hukum, yaitu
mengurangi kewajiban pajak PT Mutiara Virgo. Kemudian, sebanyak Rp 1,4 miliar
dari uang tersebut digunakan Dhana untuk membayar rumah atas nama Herly
Isdiharsono. Sedangkan sisanya, Rp 2 miliar, dipakai untuk kepentingan pribadi
Dhana. Adapun Herly ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus ini. Atas bantuan
para pegawai pajak tersebut, PT Mutiara Virgo hanya membayar Rp 30 miliar dari
nilai Rp 128 miliar yang seharusnya. Adapun total uang yang dikucurkan PT
Mutiara Virgo melalui direkturnya, Jhonny Basuki, ke para pegawai pajak
tersebut mencapai Rp 20,8 miliar. Kejaksaan Agung pun menetapkan Jhonny sebagai
tersangka kasus ini. Kemudian, pada 10 Oktober 2007, Dhana kembali menerima
uang gratifikasi senilai Rp 750 juta dari pencairan cek perjalanan di Bank
Mandiri Cabang Nindya Karya.
Dhana
terbukti melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,2
miliar. Dhana terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara. Dakwaan primer memuat Pasal 2 ayat 1 juncto
Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, memuat
Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Atau, dakwaan kedua, dua, primer yang
memuat Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan
subsidernya memuat Pasal 12 huruf g undang-undang yang sama. Menurut tim JPU
Kejaksaan Agung, Dhana bersama-sama dengan Salman Magfiron sengaja menggunakan
data eksternal sebagai dasar perhitungan pajak PT Kornet Trans Utama, sehingga
pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut menjadi lebih tinggi. Dhana dan
Salman pun mengadakan pertemuan dengan Direktur PT Kornet Trans Utama, Lee Jung
Ho atau Mr Leo, yang intinya menawarkan bantuan untuk mengurangi nilai pajak
yang harus dibayarkan perusahaan tersebut dengan meminta imbalan Rp 1 miliar.
Namun, permintaan imbalan tersebut diacuhkan PT Kornet. Perusahaan itu kemudian
mengajukan keberatan melalui Pengadilan Pajak yang hasilnya memenangkan PT
Kornet. Atas kemenangan perusahaan tersebut, Dhana dianggap merugikan negara Rp
1,2 miliar atau paling setidak-tidaknya Rp 241.000.
terbukti
melakukan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 8 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Menurut jaksa, Dhana menerima uang dari tindak pidana korupsi
yang selanjutnya secara bertahap ditransaksikan dengan maksud untuk
menyembunyikan asal-usul hartanya. Hal tersebut, kata Jaksa, dilakukan Dhana
dengan sejumlah cara.
Sebelumnya,
dalam dakwaan, Dhana terancam maksimal 20 tahun penjara. Jaksa mengatakan,
terdapat hal-hal yang memberatkan dan meringankan Dhana. Adapun hal yang meringakan karena berusia
relatif muda sehingga diharapkan memperbaiki perbuatan. Dhana akan mengajukan
nota pembelaan atau pleidoi. Dhana Widyatmika akan mengajukan sendiri dan
penasihat hukum juga akan mengajukan sendiri. Majelis hakim memberikan waktu
satu minggu untuk mempersiapkan pleidoi.
2. Kasus Penggelapan
Pajak Oleh PT. Asian Agri Group
PT
Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup
Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. PT AAG merupakan salah satu
penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang
menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya
dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto
(Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta
pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group
financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya.
Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro
Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura
sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya
inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pembeberan
Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan
tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut
terkait erat dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral
Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas
pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus
tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap
kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan
hasil penyelidikan tersebut (14
perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa
penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).selain
itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun
penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232
miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri
diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp
2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT
periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga
berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari
rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK,
AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus,
direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen
Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya
kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan
investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent.
Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong
perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle
blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan
perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para
whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang –
karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan
pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak
hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta
Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan
Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu, pemberitaan Tempo juga
di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM
atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar
kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif.
Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG –
menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan
keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset
tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa yang dialami Vincent
dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di
Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para
pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah
untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini
sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan
diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya
Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans
Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo
tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya,
dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.
Penyelesaian Kasus Asian
Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
Celah Keluar dari
Pengadilan
Meski
peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi
pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk
meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B
UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di
bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri
Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus
berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu
telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan
hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang
out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan.
Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu
perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga
masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian
penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif
terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung
ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi,
penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk
kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan
di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada
Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam
proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Berujung di Pengadilan
Berbeda
dengan tindak pidana perpajakan, dalam proses penyelesaian tindak pidana
pencucian uang tidak ada satu pihak pun yang diberi kewenangan untuk
menghentikan penyidikan. Dengan demikian, jika PPATK dan penyidik dapat
melakukan koordinasi dengan baik untuk menuntaskan penyidikan tindak pidana
pencucian uang itu, maka persidangan kasus ini pun dapat segera digelar.
Akhirnya, lemahnya ketentuan hukum mengenai perpajakan harus menjadi catatan
lembaga legislatif. Ketentuan yang memberikan kewenangan untuk menghentikan
penyidikan tindak pidana perpajakan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum
dan jelas tidak mampu menghadirkan keadilan. Persetujuan kita bersama terhadap
filosofi pajak yang tidak bertujuan membangkrutkan usaha, semestinya juga tidak
diinterpretasikan lewat kebijakan yang membeda-beda kan kedudukan warga negara
di hadapan hukum.
Sumber:
http://ari-wirawinata.blogspot.co.id/2011/10/makalah-kasus-penggelapan-pajak-oleh-pt.html
(28/04/2016)
https://kharismaauliaaditya.wordpress.com/2014/11/07/makalah-kasus-penyelewengan-pajak-oleh-dhana-widyatmika/
(28/04/2016)